Berita Tekno, Jakarta - Rencana pemerintah dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk menerapkan aturan sensor terhadap konten multimedia melalui Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Konten Multimedia memicu kontroversi. Bahkan, RPM tersebut memicu kampanye penolakan di dunia maya.
"Tolak Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Konten Multimedia karena berbahaya bagi kehidupan Internet Indonesia dan kembali pada paradigma represif dan total control seperti di jaman Soeharto #tolakRPMkonten," demikian pengantar dalam salah satu kampanye di Facebook dengan nama "SOS Internet Indonesia".
Kampanye tersebut juga disebarkan di jaringan mikrobloging Twitter dengan tag #tolakrpmkonten. Kampanye ini mulai marak sejak Jumat (12/2/2010), sehari setelah rancangan peraturan tersebut dipublikasikan Kementrian Komunikasi dan Informatika.
Tidak hanya kampanye buta, Facebook juga menjadi tempat para pengguna internet untuk mengkritisi aturan tersebut. Meski demikian, seperti dilansi Berita Tekno dari Kompas.com, diskusi soal aturan tersebut masih sangat sepi baru enam topik yang dibahas dan puluhan tanggapan saja.
RPM ini sebenarnya bukan hal yang baru dan sudah dicanangkan sejak tahun lalu saat Menkominfo dijabat Muhammad Nuh. Saat diumumkan, rancangan tersebut juga memicu kontroversi dan tidak lagi terdengar kelanjutannya. Di masa kepemimpinan Tifatul Sembiring, rancangan ini kembali dibuka dengan alasan untuk mencegah pengalahgunaan internet.
Dalam RPM tersebut diatur daftar larangan konten yang beredar melalui internet dan layanan teknologi informasi lainnya, kewajiban penyelenggara layanan multimedia, dan sanksi terhadap penyelenggara jika melakukan pelanggaran. Pemerintah juga akan membentuk Tim Multimedia yang akan memantau konten yang beredar dan penyelenggara terancam denda administratif, pembatasan kegiatan usaha, dan/atau pencabutan izin jika dinilai melanggar. Pengaturan itulah yang mendapat sorotan karena dinilai dapat mengekang kebebasan berekspresi. [kompas.com]